
“Kalau perang, kita harus tentukan atau harus ada patokan. Yaitu, tentara asing yang paling kuat dan itu bukan Australia, apalagi Malaysia,” tegasnya, Jumat malam.
Karena itu, ia membenarkan pernyataan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang menyatakan, alat utama sistem persenjataan atau Alutsista kita harus cocok dengan kondisi geografi Indonesia.
Hermawan yang akrab dipanggil Kikiek itu juga mendukung pernyataan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tentang kondisi geografis Indonesia yang mengharuskan rancangan sistem persenjataan tidak konvensional.
“Masalahnya, apakah Departemen Pertahanan (Dephan) dan Markas Besar (Mabes) TNI menangkap pesan itu sepenuhnya. Jika tidak, TNI akan banyak melakukan pemborosan dan persiapan TNI hanya untuk perang konvensional,” ujarnya.Ketika berpidato pada pembukaan Pameran ‘Research and Technology’ dan Puncak Hari Kebangkitan Teknologi Nasional ke-13 di Istana Negara, Jumat siang (8/8), Presiden meminta para peneliti dan inovator bisa mengembangkan sistem persenjataan sesuai dengan karakter alam Nusantara menghadapi kemungkinan perang atau pertempuran di kemudian hari.
Hitungan jam
“Iya, patokannya itu Amerika Serikat. Kalau lawan mereka, pertempuran udara Indonesia kalah dalam itungan jam. Pertempuran laut juga kalah dalam itungan hari. Tinggal darat (bisa jadi andalan),” katanya memprediksi.
Dia menegaskan, senjata serbu TNI harusnya terdiri dari jenis yang ‘tahan banting’ seperti AK-47 atau G-3.
“Untuk sementara, bisa juga dikembangkan FNC/SS-nya Pindad, bukan senjata-senjata ‘manja’ seperti M16. Begitu juga dengan Alutsista TNI Angkatan Udara (AU) dan TNI Angkatan Laut (AL),” katanya.Secara umum, lanjutnya, kedua matra itu (AU dan AL) juga harus menopang konsep pertahanan tersebut, sehingga Alutsista-nya tidak mubazir.
“Yang terakhir, konsep ini harus mewujud dalam gelar dan bangun pasukan di perbatasan supaya negara lain segan,” tegas Hermawan Sulistyo.(Sumber)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar